ISTANA KERAJAAN GUNUNG SAHILAN
Istana Raja Gunung Sahilan |
Istana Kerajaan Gunung Sahilan dari Pekanbaru Ibukota Provinsi Riau
berjarak lebih kurang 70km atau dapat ditempuh lebih kurang 1jam
perjalanan darat. Dulunya jalan akses menuju Istana,kita harus melewati
jalur sungai melewati Sungai Kampar melalui rakit,pompong atau sampan.
Kini Telah berdiri dengan kokoh sebuah jembatan. Tidak jauh dari
jembatan tersebut kita dapat menjumpai sebuah Istana Tua yang sudah
tidak terawat yaitu Istana Kerajaan Gunung Sahilan, Istana ini tepat
berada di Jalan Istana.
Istana Raja Gunung Sahilan (Tampak dari Samping) |
Istana ini persis berada di depan Alun-alun Ninik mamak masyarakat
Gunung Sahilan. Didalam istana ini terdapat beberapa benda peninggalan
Kerajaan Gunung Sahilan, diantaranya meriam kecil atau lelo (sebutan
masyarakat tempatan), kendi, gong hitam, tombak, pedang, payung
kerajaan, yang apabila dibuka diyakini masyarakat sekitar maka daerah
gunung sahilan akan turun hujan, sebuah guci yang pada musim kemarau
terisi penuh, tapi ketika musim hujan gucinya kosong, kata masyarakat
setempat yang menyakininya., tempat tidur beserta kasur dan beberapa
photo lama yang terpajang didalam istana.
Istana Raja Gunung Sahilan (Tampak Samping)
Pada mulanya, Gunung Sahilan bernama Gunung Ibul. Letak
perkampungannya, berjarak satu kilometer dari kampung sekarang ini. Di
kawasan Gunung Ibul itu, masih terdapat beberapa bekas situs sejarah
yang juga tidak terawat dan nyaris hilang sejak perkebunan kelapa sawit
menjamur di sepanjang Sungai Kampar. Di masa Gunung Ibul, atau Kerajaan
Gunung Sahilan Jilid I, masyarakat masih beragama Budha, dibuktikan
dengan bekas-bekas kandang babi dan tapak-tapak benteng. Beberapa
keturunan raja terakhir, Tengku Yang Dipertuan (TYD) atau lebih sering
disebut Tengku Sulung (1930-1941) seperti Tengku Rahmad Ali dan Utama
Warman, kerajaan Gunung Sahilan Jilid I diawali dengan Kerajaan Gunung
Ibul yang merupakan kerajaan kecil. Menurut penuturan nenek moyang dan
orang tua mereka, Kerajaan Gunung Ibul ada setelah runtuhnya kerajaan
Sriwijaya. Pembesar-pembesar istana berpencar satu persatu dan mulai
mendirikan kerajaan-kerajaan kecil, salah satunya di kawasan Gunung
Ibul. “Cerita soal Kerajaan Gunung Ibul memang tidak memiliki bukti kuat
seperti kerajaan Gunung Sahilan sekarang. Sebab kami mendapatkannya
dari cerita secara turun-temurun tapi kami percaya karena memang
bukti-buktinya masih ada,” ungkap Tengku Rahmad Ali yang rumahnya berada
tidak jauh dari istana.
Bagian Belakang Istana Raja Gunung Sahilan
Menurut Tengku Rahmad Ali, Utama Warman dan Tengku Arifin bin
Tengku Sulung kisah awal kerajaan Gunung Sahilan karena terjadinya
keributan antar orang sekampung. Tidak jelas sebab musabab terjadinya
keributan itu, yang pasti keributan mereda setelah tetua adat dan para
khalifah bersepakat untuk mencari seseorang untuk di-raja-kan di Gunung
Sahilan. Pilihan mereka jatuh kepada Kerajaan Pagaruyung yang saat itu
dalam masa keemasannya. Sebelum kerajaan jilid II terbentuk,
masyarakatnya sudah heterogen atau gabungan dari beberapa pendatang,
baik dari Johor Baharu (Malaysia) dan orang-orang sekitar negeri seperti
Riau Pesisir, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Jambi dan sebagainya.
Penduduk asli kampung bersuku Domo, sedang enam suku lainnya merupakan
pendatang yang beranak-pinak di sana. Meski harus diakui, masih banyak
versi lain mengenai sejarah kerajaan tersebut dengan perbedaan-perbedaan
yang tidak terlalu jauh. “Seperti kami dari suku Melayu Darat dan
Melayu Kepala Koto adalah pendatang dari Johor, begitu juga suku
lainnya, kecuali Domo. Ditambahkan Tengku Arifin, mengapa pilihan jatuh
ke Pagaruyung karena saat itu, kerajaan itu terlihat cukup menerapkan
sistem pemerintahan yang demokrasi. Karenanya, diutuslah tetua atau
bangsawan Gunung Sahilan untuk meminta anak raja untuk di-raja-kan di
Gunung Sahilan. Anak raja pertama dan kedua meninggal saat disembah
seluruh masyarakat. Keadaan negeri menjadi tidak menentu dan diutuslah
seorang lagi untuk datang ke kerajaan mapan itu guna mencari siapa yang
pantas di-raja-kan di negeri Gunung Sahilan. “Saat itu, utusan negeri
mendapatkan kabar dan melihat langsung bahwa anak raja yang bisa
di-raja-kan di sini yang berkulit hitam dan kurang molek rupanya.
Setelah mendapat izin, anak itu dibawa ke Gunung Sahilan dan
di-raja-kan. Karena masih kecil anak itu tidak datang sendiri tetapi
membawa pembesar istana lainnya ke negeri ini. Saat itu pula mulailah
disusun, peraturan pemerintahan, termasuk adat-istiadat raja-raja
jadilah sekarang garis keturunan di negeri ini berdasarkan ibu atau
matrilineal,” tutur Tengku Arifin panjang lebar. Sejak saat itu,
raja-raja yang diangkat bukan anak kandung raja melainkan keponakannya.
Berturut-turut raja yang pernah didaulat di Kerajaan Gunung Sahilan
antara lain Raja I (1700-1740) Tengku Yang Dipertuan (TYD) Bujang Sati,
Raja II (1740-1780) TYD Elok, Raja III (1780-1810) TYD Muda, Raja IV
(1810-1850) TYD Hitam. Khusus raja keempat tidak didaulat seperti raja
sebelumnya sebab TYD Hitam bukan anak kemenakan raja Muda, melainkan
anak kandungnya. Namun TYD Hitam sebagai pengemban amanah memimpin
selama kurang lebih 40 tahun. Raja V (1850-1880) TYD Abdul Jalil, Raja
VI (1880-1905) TYD Daulat, Raja VII (1905-1930) Tengku Abdurrahman dan
Raja VIII atau terakhir TYD Sulung atau Tengku Sulung (1930-1941).
“Kerajaan ini tidak pernah berperang dengan Belanda dan kami tidak
merasakan bagaimana kejamnya akibat penjajahan itu. Pihak kerajaan dan
Belanda bahkan membuat kesepakatan untuk tidak saling mengganggu. Hanya
saja, di masa pendudukan Jepang kerajaan ini dibekukan dan diganti
dengan distrik,” kata mantan guru tersebut.
Komplek Makam Raja Raja Gunung Sahilan
Salah Satu Nisan Makam Raja Gunung Sahilan yang bernisankan Batu Alam
Tidak jauh dari Istana dapat kita jumpai Makam-Makam Raja Gunung
Sahilan, namun ada yang sangat menarik perhatian diantara sekian banyak
makam tersebut terdapat Makam yang di nisan bertuliskan tahun 1357,
apakah tahun yang dimaksud Tahun Hijriah atau Tahun Masehi, kemudian
juga terdapat Makam yang bernisankan batu alam.
Salah Satu makam Tua di Kompleks Makam Raja Raja Gunung Sahilan, di Nisan Makam bertulsikan tahun 1357. source: palingindonesia.com |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar